Eksotisme Kaligua di Bumiayu
Warga di kawasan Brebes
Selatan tentunya tidak asing lagi dengan Kaligua, ya sebuah tempat wisata agro
di kaki Gunung Slamet. Kaligua mempunyai eksotisme alam yang selalu menggoda
untuk dikunjungi, hawa dingin pegunungan yang sejuk membuat kita merasakan
ketenangan yang tidak kita dapatkan di suasana kota. Mata kita akan dimanjakan
secara visual, dengan hamparan gunung, lembah hijau, perkebunan sayur,
pepohonan pinus, dan kebun teh yang sangat luas. Keberadaan kawasan kebun teh
kaligua sudah ada sejak penjahahan kolonial Belanda. Pemerintah kolonial
Belanda melalui divisi dagangnya yaitu V.O.C (Vereenigde Oost Indische
Compaignie), mengeruk kekayaan alam bumi persada berupa rempah-rempah dan
hasil buminya. Hal itu berlangsung cukup lama, dan seluruh wilayah Nusantara
tidak luput dari usaha Belanda untuk mengeruk kekayaan alamnya. Hal itu pula
berlaku di wilayah Brebes, hingga terciptanya perkebunan teh kaligua.
Sekilas Sejarah Kebun Teh Kaligua.
Keberadaan kebun teh di
wilayah Brebes tepatnya di kecamatan Paguyangan, tentunya memiliki unsur
historis yang menarik untuk dipelajari. Kesejarahan tersebut sejalan dengan
proses kemerdekaan bangsa Indonesia, yang dulunya benama Hindia Belanda. Tanah Hindia
merupakan tanah yang subur di negeri timur, negeri timur dimata orang Barat
mempunyai kekayaan alam yang berlimpah. Dari mulai hasil bumi, rempah-rempah,
batu mulia, minyak dan warisan budaya Hindu-Budha. Unsur alam dan budaya
tersebut ternyata membuat bangsa Eropa berlabuh di tanah nusantara. Kedatangan
bangsa Eropa (Inggris, Belanda) tersebut memang bermaksud untuk menjajah dan
mengeksploitasi kekayaan alamnya. Disamping juga sebagai bukti untuk menunjukan
keperkasaan suatu Bangsa tersebut. Bangsa Eropa yang mempunyai kebiasaan
menaklukan daerah-daerah baru, dengan segala cara berusaha menaklukan daerah
jajahan tersebut. Cara-cara yang kasar dan kadang tidak manusiawi dilakukan
oleh Penajajah, untuk dapat mencapai tujuan guna menghasilkan kekayaan
bangsanya sendiri.
Diwilayah Jawa hampir
keseluruhannya telah dijajah oleh kolonial Belanda, karena itu di Jawa telah
dijadikan pusat eksploitasi V.O.C yang sangat menguntungkan. Untuk dapat
mengeruk keuntungan secara ekonomis, segala cara dihalalkan untuk dapat
mewujudkannya. Tak terkecuali kekerasan dan kerja paksa dilakukan oleh
pemerintah kolonial terhadap rakyat pribumi. Masyarakat pribumi merasakan
penderitaan yang sangat panjang dan menyiksa. Begitu pula yang terjadi di
kawasan Brebes, mengalami sistem kekerasan yang dilakukan pemerintah Belanda. Daerah
kabupaten Brebes pada waktu itu merupakan daerah yang ramai walaupun masih
banyak hutannya. Daerah pegungungan seperti Bumiayu dan sekitarnya, pada jaman
pelaksanaan tanam paksa (cultuurstelstel) banyak ditanam kopi, terutama di wilayah Paguyangan.
Jadi secara historis
wilayah Brebes Selatan dulunya banyak ditanami kopi, tanaman teh baru dibudidayakan
sekitar tahun 1837 di seluruh Jawa pada waktu itu. Sistem yang digunakan oleh
Belanda dalam membuka lahan dan perkebunan dengan tanam paksa (cultuurstelstel).
Sistem tanam paksa sendiri pertama kali diterapkan oleh Gubernur Jendral J. Van
Den Bosch, yang diberlakukan sejak tahun 1830. Konsep ini sungguh jitu untuk
mengeksploitasi ekonomi yang maksimal dalam dalam kondisi sosial ekonomi Jawa
pada masa itu. Sistem tanam paksa sendiri memadukan unsur-unsur tradisional,
yaitu menguasai tanah dan tenaga kerja lewat para penguasa pribumi, menggunakan
paksaan untuk menanam tanaman ekspor kepada rakyat petani Jawa, dengan
unsur-unsur modern yaitu manajemen produksi dan pemasaran di bawah monopoli
pemerintah Kolonial. Tetapi pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu lebih
mengutamakan komoditas tanaman kopi dan tarum. Tanaman teh, tembakau, dan jati
hanya komoditas tanaman kelas dua.
Tanaman yang mempunyai
komoditi adalah kopi, sehingga di wilayah Brebes juga banyak ditanami kopi
khususnya di wilayah selatan. Budidaya tanaman teh sendiri di picu oleh
keberhasilan Koloni Inggris yang mengeksploitasi teh di Srilangka dan Assam di
India bagian Timur, membuat pemerintah Hindia Belanda tertarik untuk
mengembangkannya di Jawa. Di wilayah Brebes tentunya dibudidayakan tanaman teh
di daerah pegunngan, karena salah satu syarat tanaman teh dapat tumbuh adalah
di daerah pegunungan. Dan wilayah di Brebes yang terdapat pegunungan adalah di
Brebes Selatan, tepatnya di daerah Paguyangan di kaki gunung slamet. Perkebunan teh Kaligua didirikan tahun 1899 oleh Cultuur
Onderneming di Negeri Belanda, untuk perwakilan di Indonesia ditunjuk Van
John Pletnu & Co yang berkedudukan di Jakarta. Tetapi dalam perkembangannya hingga
tahun 1901 perusahaan ini di beli dan di kelola pengusaha Van de Jong. Dan pada
masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1942, pengelolaan kebun teh di ambil alih
oleh Jepang.
Syarat penanaman teh
tidak jauh dengan kopi, yaitu menggunakan tanah belukar atau tegal di lereng
gunung atau perbukitan. Penanaman dan pemeliharaan kebun teh dilaksanakan
dengan kerja-wajib oleh kuli kenceng seperti halnya kopi. Dapat
dibayangkan ketika dulu sebelum ada kebun teh Kaligua, adalah hutan belantara
dengan pepohonan yang besar dan rimbun. Sehingga untuk membuka lahan untuk
perkebunan teh, membutuhkan pekerja untuk dapat menebang pohon-pohon di hutan.
Melalui kekuasaan bupati inilah rakyat dikerahkan untuk menebang pohon-pohon di hutan-hutan.
Kerja-wajib tertua (yang diepergunakan oleh penguasa kolonial) ini disebut
kerja Blandhong. Beratnya kerja-wajib blandhong sering menyebabkan
rakyat melarikan diri ke kabupaten lain agar terbebas dari beban tersebut.
Itulah sedikit cerita tentang para pekerja yang membuka lahan untuk budidaya
tanaman teh di tanah Jawa tak terkeculai di Kaligua di Paguyangan.
Untuk melengkapi produksi teh tersebut, maka
dari itu didirikanlah pabrik pengolahan teh untuk dapat dijadikan komoditas
ekspor. Di Kaligua sendiri pendirian pabrik pengolahan teh tersebut, dikerjakan
oleh para rakyat pribumi yang diperintah oleh pemerintah kolonial.
Konon pada saat pembangunan
pabrik, para pekerja membawa ketel uap dari Paguyangan menuju Kaligua ditempuh
dalam waktu 20 hari. Peralatan tersebut dibawa dengan rombongan pekerja yang
berjalan kaki naik sepanjang 17 km. Selama proses pengangkutan tersebut, para
pekerja pada saat istirahat dihibur oleh kesenian ronggeng Banyumas. Sampai sekarang setiap
memperingati HUT pabrik Kaligua setiap tanggal 1 Juni selalu ditampilkan
kesenian tradisional tersebut. Dapat dibayangkan pekerjaan tersebut pada jaman
itu belum ada transportasi modern, yang dapat mempermudah dan mempercepat suatu
pekerjaan. Sehingga pekerjaan berat dikerjakan dengan tenaga manusia yang
membutuhkan tenaga ekstra dan waktu yang cukup lama. Dengan pola kerja yang berat
tersebut akhirnya kebun teh Kaligua dan sarana pendukungnya ada dan lestari
sampai sekarang. Dan kebun teh Kaligua sekarang sudah menjadi magnet wisata
yang potensial di wilayah Brebes Selatan, yang selalu ramai dikunjungi para
wisatawan dari berbagai daerah.
Eksotisme Kaligua.
Hasil peninggalan kolonial Belanda
tersebut sampai sekarang masih tetap terjaga, dan menjadi salah satu objek
wisata andalan yang dipunyai oleh Kabupaten Brebes. Letak geografis dari Perkebunan
teh Kaligua berada pada ketinggian 1200 - 2050 m dpl. Kondisi udara sangat
dingin, berkisar 8° - 22° C pada musim penghujan dan mencapai 4° -12° C pada
musim kemarau. Jadi tidak heran kalau wilayah perkebunan teh ini hampir selalu
diselimuti kabut tebal. Perkebunan teh tersebut terletak di lereng barat Gunung Slamet (3432
m dpl) yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau jawa setelah Gunung Semeru. Dari
salah satu tempat di perkebunan teh Kaligua kita dapat menikmati keindahan
puncak gunung Slamet dari dekat, melalui puncak Sakub.
Untuk dapat mencapai ke pegunungan
Kaligua dapat ditempuh dengan kendaraan umum atau dapat menggunakan sepeda motor.
Lokasi wisata agro Kaligua terletak sekitar 10 kilometer dari arah kota
Kecamatan Paguyangan, atau sekitar 15 kilometer dari Bumiayu.
Jalur transportasi dapat ditempuh melalui jalur utara dari Brebes atau Tegal-Bumiayu-Kaligua, Cirebon-Bumiayu-Kaligua.
Dan jalur selatan dari Purwokerto-Paguyangan-Kaligua, dimana transportasi jalur
tesebut selalu ramai karena berada di jalur Provinsi. Semua transportasi umum
tersebut kemudian harus berhenti di pertigaan Kretek, yang kemudian dapat
dilanjutkan untuk dapat mencapai tujuan dengan menggunakan ojek atau anggkutan
pedesaan. Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi tentunya dapat lebih mudah
untuk dapat sampai tujuan tanpa harus naik turun dari transportasi umum.
Ketika sudah berada di jalan utama
yang menuju ke Kaligua, jalanan sudah mulai naik dan di kanan-kiri jalan
terdapat rumah penduduk, sawah, sungai, pegunungan, lembah, dan hutan pinus. Jalan
sudah mulai naik dan berkelok-kelok dan hawa pegunungan sudah mulai terasa.
Akses jalan utama tersebut kondisinya masih mulus, sehingga mempercepat untuk
dapat sampai ke lokasi. Ketika sudah memasuki desa Pandansari akan ditemui
perkebunan sayuran, sayur yang ditanam di daerah tersebut berupa kentang, kobis,
rangkok, dan sayuran lainnya. Hamparan hijau ladang sayur di kelilingi
pepohonan rimbun memanjakan penglihatan kita, ditambah hawa dingin pegunungan
yang sejuk membuat kita bisa berlama-lama menyelami keindahannya. Dari desa
Pandansari naik ke atas lagi akan ditemui Telaga Ranjeng yang masih menyimpan
banyak misteri dan cerita mistik.
Telaga Ranjeng yang terletak di
antara desa Pandansari dan desa Taman, berada di tepi jalan utama sebelah kiri
jalan. Untuk dapat masuk ke area Telaga Ranjeng kita tidak perlu berjalan jauh,
hanya perlu memarkir kendaraan kita diarea tersebut dan kemudian dapat langsung
masuk ke area Telaga tersebut. Telaga Ranjeng yang masih terjaga keasriaannya
dikelilingi pohon yang sudah berusia ratusan tahun. Sehingga area tersebut
terkesan rimbun karena banyak pepohonan dan tumbuhan semak yang tumbuh
disekitar telaga tersebut. Yang menjadi istimewa dan unik adalah di telaga
Ranjeng terdapat ribuan ekor ikan lele yang akan muncul dan mendekat ketika diberi
makan. Untuk asal-usul dari ribuan ikan lele tersebut masih misteri, keberadaan
ikan lele di telaga tersebut konon sudah ada sejak dulu. Menurut cerita dari
warga sekitar jika kita mengambil ikan lele tersebut maka akan terjadi bencana atau malapetaka. Memang dalam
masyarakat Jawa terdapat hal-hal yang tidak diperbolehkan atau yang disesbut
dengan pamali. Pamali dituturkan oleh para nenek monyang kita, supaya kita
memerhatikan dan mematuhi peraturan yang ada. Seperti ketika berada ditempat
yang masih asing atau sakral, kita dituntut untuk mematuhi aturan yang ada dan
tidak merusak alam. Sehingga terjadi keseimbangan antara mikrokosmos dan
makrokosmos, dengan terjaganya kondisi alam sekitar kita.
Dan biasanya pamali yang
disampaikan oleh nenek monyang dalam bentuk metaphor, sehingga kita butuh waktu
untuk dapat menafsirkannya. Tetapi pada intinya tujuannya adalah untuk kebaikan
kita dan lingkungan sekitar atau alam dimana kita tinggal. Eksotisme dan
keasrian Kaligua memang perlu kita jaga dan lestarikan, salah satunya adalah
dengan berwisata dan mematuhi aturan yang ada. Setelah puas menikmati keindahan
telaga Ranjeng yang masih menyimpan misteri, perjalanan dapat diteruskan menuju
ke kebun teh kaligua yang hijau dan luas. Perkebunan teh Kaligua merupakan kawasan wisata agro dataran tinggi yang terletak
Kaligua di Desa Pandansari. Kebun Kaligua dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah dan merupakan diversifikasi usaha untuk meningkatkan
optimalisasi aset perusahaan dengan daya dukung potensi alam yang indah. Hasil
pengolahan perkebunan teh
Kaligua adalah berupa produk hilir teh hitam (black tea) dengan merk “Kaligua” dalam
kemasan teh celup dan serbuk. Jadi wisatawan yang berkunjung dapat langsung
menikmati hangatnya teh hitam (black tea) Kaligua atau dapat membeli
sebagai oleh-oleh.
Perkebunan teh yang hijau dan
sangat luas tersebut tidak selesai kalau dijelajah selama satu hari. Luas dari
kebun teh Kaligua yang
mencapai luas 607,25 Ha, dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung untuk
berwisata. Fasilitas pendukung untuk menjaga kebersihan lingkungan di area
kebun teh, disediakan tempat sampah khusus yang dibagi menjadi dua yaitu sampah
organik dan non-organik. Jadi ketika berkeliling kebun teh jagalah kebersihan
dengan membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Untuk fasilitas yang
lain seperti pos atau gasebo untuk istirahat terdapat di area kebun teh, sambil
istirahat sekaligus dapat menikamati indahnya kebun teh yang hijau dan luas.
Fasilitas lain seperti penginapan atau vila juga tersedia, untuk mereka yang
ingin berlama-lama menikmati alam pegunungan yang indah. Di area kebun teh juga
dapat dijadikan untuk camping, dan juga terdapat fasilitas untuk kegiatan
outbond serta lapangan untuk kegiatan yang bersifat kelompok.
Selain fasilitas yang disediakan
oleh pengelola dari dinas pariwisata, di area kebun teh Kaligua masih terdapat
situs-situs bersejarah yang tidak boleh kita lewatkan. Situs seperti Gua
Jepang, Tuk Bening, yang berada di balik bukit kebun teh. Gua Jepang merupakan
salah satu situs sejarah peninggalan Jepang ketika menjajah Indonesia. Gua
Jepang secara fungsional sebagai tempat persembunyian tentara Jepang ketika
ketika selesai berperang dan sebagai tempat untuk mengatur siasat perang. Gua Jepang memang terletak di daerah
pegunungan, peninggalan Jepang berupa gua persembunyian hampir dapat di temui
di seluruh pegunungan di Jawa. Untuk dapat masuk ke gua Jepang di area Kebun
teh Kaligua harus didampingi oleh petugas. Karena kondisi gua yang
gelap, lembab, sempit, dan becek, harus mempertimbangkan unsur keselamatan. Tak
jauh dari gua Jepang terdapat mata air, yaitu Tuk Bening dengan airnya yang
jernih dan segar. Konon menurut cerita, sumber air ini menjadi cikal bakal nama
Kaligua.
Di aera kebun teh tersebut juga
terdapat makam para sesepuh, yang dulu membuka lahan perkebunan Kaligua. Makam
tersebut antara lain makam Van Dee Jong, Mbah Joko,
Aki Soka, dan Aki Waslim. Kebun
teh Kaligua selalu menarik untuk dikunjungi, dengan berbagai keindahan alamnya
dan situs-situs bersejarahnya. Kebun teh Kaligua merupakan wisata andalan dari
Kabupaten Brebes, kita sebagai warganya hendaknya berusaha menjaga dan
melestarikan warisan sejarah tersebut. Sehingga wisata dengan panorama alam
yang ada di wilayah kabupaten Brebes dapat terus lestari. Maka dari itu kita
dituntut aktif dalam melestarikan wisata alam dan berwisata dengan sadar akan
peraturan. Dengan berwisata dan mematuhi aturan yang ada, diharapkan dapat
terjadi keseimbangan antara alam dan manusianya.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar